BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reaksi alelopati telah dikemukakan
oleh Bapak Botani, Theophratus sejak tahun 300 SM. Beliau menuliskan
tentang buncis yang dapat membunuh populasi gulma di sekitarnya. Pada
tahun 1 (pertama) setelah Masehi, seorang cendikiawan dan
naturalis Roma bernama Gaius Plinius Secundus menuliskan tentang
bagaiman buncis dan jelai dapat
berefek "menghanguskan" ladang. Selain itu, dia juga mengemukakan
bahwa pohon Walnut bersifat toksik (beracun) terhadapat tumbuhan
lain. Pada tahun 1832, Augustin Pyramus De Candolle, seorang
ahli botani dan naturalis mengemukakan
bahwa tanah dapat menderita "sakit" kemungkinan diakibatkan oleh
senyawa kimia yang dikeluarkan oleh tanaman. Penemuan mengenai alelopati
semakin jelas ketika pada tahun 1907-1909, dua orang ilmuwan bernama Schreiner
dan Reed berhasil mengisolasi atau mengekstrak senyawa fitotoksik kimia dari
tanaman dan tanah. Konsep mengenai alelopati dikemukakan pada tahun 1937 oleh Hans Molisch, seorang ahli fisiologi tanaman
asal Austria.
Alelopati berasaldari
bahasa Yunani, allelon yang
berarti"satu sama lain"dan pathos yang berarti
"menderita". Alelopati didefinisikan sebagai suatu fenomena alam
dimana suatu organisme memproduksi dan mengeluarkan suatu senyawa biomolekul (disebut alelokimia)
ke lingkungan dan senyawa tersebut memengaruhi perkembangan dan pertumbuhan organisme lain
di sekitarnya. Sebagian alelopati terjadi pada tumbuhan dan dapat
mengakibatkan tumbuhan di sekitar penghasil alelopati tidak dapat tumbuh atau
mati, contoh tanaman alelopati adalah Ekaliptus (Eucalyptus spp.).
Oleh karena itu, alelopati dapat diaplikasikan sebagai pembasmi gulma sehingga
mengurangi penggunaan herbisida sintetik
yang sangat berbahaya bagi lingkungan sekitar.
Tumbuhan dapat
menghasilkan senyawa alelokimia yang merupakan metabolit sekunder di bagian
akar, rizoma, daun, serbuk sari, bunga,
batang, dan biji. Fungsi dari senyawa alelokimia tersebut belum diketahui
secara pasti, namun beberapa senyawa tersebut dapat berfungsi sebagai
pertahanan terhadap herbivora dan patogen tanaman.
Tanaman yang
rentan terhadap senyawa alelokimia dari tanaman lainnya dapat mengalami gangguan pada proses perkecambahan, pertumbuhan, serta perkembangannya. Perubahan morfologis yang sering terjadi akibat
paparan senyawa alelokimia adalah perlambatan atau penghambatan perkecambahan
biji, perpanjangan koleoptil, radikula, tunas, dan akar.
Indikasi terjadinya
fenomena alelopati dapat terlihat melalui beberapa bentuk, di antaranya adalah
autotoksisitas, efek residu, dan penghambatan gulma.
Autotoksisitas terjadi bila alelopati terjadi di antara individu dalam satu
spesies yang sama, contohnya spesies Medicago
sativa (alfalfa), Trifolium spp. (semanggi), dan Asparagus officinalis (asparagus).
Hal ini diperkirakan menjadi salah satu penyebab pertumbuhan tanaman yang tidak
sama pada tahun-tahun berikutnya dalam pertanian. Salah
satu bentuk alelopati tanaman lainnya adalah residu dari beberapa tanaman
diketahui dapat mengurangi perkecambahan gulma. Beberapa tanaman yang dapat
menghambat pertumbuhan gulma melalui proses alelopati adalah Avena
fatua (haver), E. repens (semacam rumput), Cirsium arvense,
dan Stellaria media.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan
dari percobaan alelopati ini adalah:
1.
Untuk
melakukan dan mengamati ekstraksi atau isolasi alelopati yang terdapat pada
daun ubi jalar, daun rami, dengan daun bandotan.
2.
Untuk
mengetahui hasil ekstraksi senyawa alelokimia (senyawa biomolekul) pada gulma
maupun pada ekstraksi daun ubi jalar, daun rami, dengan daun bandotan.
Adapun kegunaan
dari percobaan alelopati adalah:
1. Dapat dimanfaatkan sebagai organisme yang memproduksi dan mengeluarkan suatu senyawa biomolekul (disebut alelokimia) ke lingkungan dan senyawa tersebut
memengaruhi perkembangan dan pertumbuhan organisme lain di
sekitarnya.
2. Dapat diaplikasikan sebagai pembasmi
gulma sehingga mengurangi penggunaan herbisida sintetik yang berbahaya bagi
lingkungan.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
Alelopati
didefinisikan sebagai suatu fenomena alam dimana suatu organisme memproduksi
dan mengeluarkan suatu senyawa biomolekul (disebut alelokimia) ke lingkungan dan senyawa tersebut memengaruhi perkembangan dan
pertumbuhan organisme lain di
sekitarnya. Sebagian alelopati terjadi pada tumbuhan dan dapat
mengakibatkan tumbuhan di sekitar penghasil alelopati tidak dapat tumbuh atau
mati, contoh tanaman alelopati adalah Eucalyptus spp. (Wikipedia,
2007).
Alelopati merupakan interaksi antar populasi, bila populasi yang satu menghasilkan zat yang dapat menghalangi
tumbuhnya populasi lain. Contohnya, di sekitar pohon walnut (juglans)
jarang ditumbuhi tumbuhan lain karena tumbuhan ini menghasilkan zat yang
bersifat toksik. Pada mikroorganisme istilah alelopati dikenal sebagai anabiosa atau antibiotisme.
Contoh, jamur Penicillium sp. dapat menghasilkan antibiotika yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri tertentu (Willis, 2007).
Mekanisme dan fenomena alelopati mencakup semua tipe interaksi kimia antartumbuhan,
antarmikroorganisme, atau antara tumbuhan dan mikroorganisme. Interaksi tersebut meliputi penghambatan dan pemacuan secara langsung atau
tidak langsung suatu senyawa kimia yang dibentuk oleh suatu organisme
(tumbuhan, hewan atau mikrobia) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme
lain. Senyawa kimia yang berperan dalam mekanisme itu disebut alelokimia.
Pengaruh alelokimia bersifat selektif, yaitu berpengaruh terhadap jenis organisme
tertentu namun tidak terhadap organisme lain (Weston, 1996).
Alelokimia pada
tumbuhan dibentuk di berbagai organ, mungkin di akar, batang, daun, bunga dan
atau biji. Organ pembentuk dan jenis alelokimia bersifat spesifik pada setiap
spesies. Pada umumnya alelokimia merupakan metabolit sekunder yang
dikelompokkan menjadi 14 golongan, yaitu asam organik larut air, lakton, asam
lemak rantai panjang, quinon, terpenoid, flavonoid, tanin, asam sinamat dan
derivatnya, asam benzoat dan derivatnya, kumarin, fenol dan asam fenolat, asam
amino nonprotein, sulfida serta nukleosida. Pelepasan alelokimia pada umumnya terjadi pada stadium perkembangan
tertentu, dan kadarnya dipengaruhi oleh stres biotik maupun abiotik (Einhellig,
1995).
Alelokimia pada
tumbuhan dilepas ke lingkungan dan mencapai organisme sasaran melalui
penguapan, eksudasi akar, pelindian, dan atau dekomposisi. Setiap jenis
alelokimia dilepas dengan mekanisme tertentu tergantung pada organ pembentuknya
dan bentuk atau sifat kimianya. Mekanisme pengaruh
alelokimia (khususnya yang menghambat) terhadap pertumbuhan dan perkembangan
organisme (khususnya tumbuhan) sasaran melalui serangkaian proses yang cukup
kompleks, namun proses tersebut diawali di membran plasma dengan terjadinya
kekacauan struktur, modifikasi saluran membran, atau hilangnya fungsi enzim
ATP-ase. Hal ini akan berpengaruh terhadap penyerapan dan konsentrasi ion dan
air yang kemudian mempengaruhi pembukaan stomata dan proses fotosintesis.
Hambatan berikutnya mungkin terjadi dalam proses sintesis protein, pigmen dan
senyawa karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon. Sebagian atau seluruh
hambatan tersebut kemudian bermuara pada terganggunya pembelahan dan pembesaran
sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sasaran (Einhellig, 1995).
Alelopati
tentunya menguntungkan bagi spesies yang menghasilkannya, namun merugikan bagi tumbuhan sasaran. Oleh karena itu, tumbuhan-tumbuhan
yang menghasilkan alelokimia umumnya mendominasi daerah-daerah tertentu,
sehingga populasi hunian umumnya adalah populasi jenis tumbuhan penghasil
alelokimia. Dengan adanya proses interaksi ini, maka penyerapan nutrisi dan air
dapat terkonsenterasi pada tumbuhan penghasil alelokimia dan tumbuhan tertentu
yang toleran terhadap senyawa ini (Rohman, 2001).
Proses
pembentukkan senyawa alelopati sungguh merupakan proses interaksi antarspesies
atau antarpopulasi yang menunjukkan suatu kemampuan suatu organisme untuk
mempertahankan kelangsungan hidup dengan berkompetisi dengan organisme lainnya,
baik dalam hal makanan, habitat, atau dalam hal lainnya (Rohman, 2001).
Alelopati merupakan sebuah fenomena yang berupa bentuk
interaksi antara makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup lainnya melalui
senyawa kimia. Alelopati merupakan suatu peristiwa dimana suatu individu
tumbuhan yang menghasilkan zat kimia dan dapat menghambat pertumbuhan jenis
yang lain yang tumbuh bersaing dengan tumbuhan tersebut. Istilah ini mulai
digunakan oleh Molisch pada tahun 1937 yang diartikan sebagai pengaruh negatif
dari suatu jenis tumbuhan tingkat tinggi terhadap perkecambahan, pertumbuhan,
dan pembuahan jenis-jenis lainnya (Rohman, 2011).
Kemampuan untuk menghambat pertumbuhan tumbuhan lain
merupakan akibat adanya suatu senyawa kimia tertentu yang terdapat pada suatu
jenis tumbuhan. Senyawa-senyawa kimia tersebut dapat ditemukan pada jaringan
tumbuhan (daun, batang, akar, rhizoma, bunga, buah, dan biji). Lebih lanjut
dijelaskan bahwa senyawa-senyawa tersebut dapat terlepas dari jaringan tumbuhan
melalui berbagai cara yaitu melalui penguapan, eksudat akar, pencucian, dan
pembusukan bagian-bagian organ yang mati (Rohman, 2001).
Senyawa alelopati ada yang dilepaskan melalui penguapan. Beberapa
genus tumbuhan yang melepaskan senyawa alelopati melalui penguapan adalah Artemisia,
Eucalyptus, dan Salvia. Senyawa kimianya termasuk ke dalam
golongan terpenoid. Senyawa ini dapat diserap oleh tumbuhan di sekitarnya dalam
bentuk uap, bentuk embun, dan dapat pula masuk ke dalam tanah yang akan diserap
akar.Banyak terdapat senyawa kimia yang dapat dilepaskan oleh akar tumbuhan
(eksudat akar), yang kebanyakan berasal dari asam-asam benzoat, sinamat, dan
fenolat.Sejumlah senyawa kimia dapat tercuci dari bagian-bagian tumbuhan yang
berada di atas permukaan tanah oleh air hujan atau tetesan embun. Hasil cucian
daun tumbuhan Crysanthemum sangat beracun, sehingga tidak ada jenis
tumbuhan lain yang dapat hidup di bawah naungan tumbuhan ini.Setelah tumbuhan
atau bagian-bagian organnya mati, senyawa-senyawa kimia yang mudah larut dapat
tercuci dengan cepat. Sel-sel pada bagian-bagian organ yang mati akan
kehilangan permeabilitas membrannya dan dengan mudah senyawa-senyawa
kimia yang ada didalamnya dilepaskan. Beberapa jenis mulsa dapat meracuni
tanaman budidaya atau jenis-jenis tanaman yang ditanam pada musim berikutnya.Senyawa-senyawa
kimia tersebut dapat mempengaruhi tumbuhan yang lain melalui penyerapan unsur
hara, penghambatan pembelahan sel,pertumbuhan, proses fotosintesis, proses
respirasi, sintesis protein, dan proses-proses metabolisme yang lain (Rohman,
2001).
Alelopati memiliki pengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman antara lain adalah:
a.
Senyawa
alelopati dapat menghambat penyerapan hara yaitu dengan menurunkan kecepatan
penyerapan ion-ion oleh tumbuhan.
b.
Beberapa
alelopati menghambat pembelahan sel-sel akar tumbuhan dan dapat menghambat
pertumbuhan yaitu dengan mempengaruhi pembesaran sel tumbuhan.
c.
Beberapa
senyawa alelopati memberikan pengaruh menghambat respirasi akar.
d.
Senyawa
alelopati memberikan pengaruh menghambat sintesis protein.
e.
Beberapa
senyawa alelopati dapat menurunkan daya permeabilitas membran pada sel
tumbuhan.
f.
Senyawa
alelopati dapat menghambat aktivitas enzim.
Senyawa alelopati dapat menyebabkan gangguan atau hambatan
pada perbanyakan dan perpanjangan sel, aktifitas giberalin dan Indole Acetid
Acid ( IAA ), penyerapan hara, laju fotosintesis, respirasi, pembukaan mulut
daun, sintesa protein, aktivitas enzim tertentu dan lain-lain. Selain itu, ada
juga hambatan alelopatiyang dapat berbentuk pengurangan dan kelambatan perkecambahan
biji, penahanan pertumbuhan tanaman, gangguan sistem perakaran, klorosis, layu,
bahkan kematian tanaman (Patrick, 1971).
Tumbuhan yang bersifat sebagai alelopat mempunyai kemampuan
bersaing yang lebih hebat sehingga pertumbuhan tanaman pokok lebih terhambat,
dan hasilnya semakin menurun Namun
kuantitas dan kualitas senyawa alelopati yang dikeluarkan oleh tumbuhan dapat
dipengaruhi oleh kerapatan tumbuhan alelopat, macam tumbuhan alelopat, saat
kemunculan tumbuhan alelopat, lama keberadaan tumbuhan alelopat, habitus
tumbuhan alelopat, kecepatan tumbuh tumbuhan alelopat, dan jalur fotosintesis
tumbuhan alelopati dalam hal ini tanaman C3 atau C4
(Anonim, 2007).
Tumbuh-tumbuhan menghasilkan berbagai jenis metabolit yang
tidak diketahui kegunaannya dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Oleh
karena itu, adanya dugaan bahwa tumbuh-tumbuhan dapat menghasilkan senyawa
kimia yang beracun, baik untuk dirinya sendiri maupun jenis-jenis tumbuhan yang
lainnya adalah sangat wajar. Senyawa-senyawa kimia yang mempunyai potensi
alelopati dapat ditemukan di semua jaringan tumbuh-tumbuhan termasuk daun,
batang, akar, rhizoma, bunga, buah, dan biji. Senyawa-senyawa ini dilepaskan
dalam konsentrasi yang cukup tinggi sehingga dapat mempengaruhi tumbuhan
lainnya. Senyawa-senyawa alelopati dapat dilepaskan dari jaringan
tumbuh-tumbuhan dalam berbagai cara termasuk melalui penguapan, eksudat akar,
pencucian, dan pembusukan bagian-bagian organ yang mati. Pengetahuan tentang
jumlah senyawa alelopati yang dapat dihasilkan oleh setiap jenis tumbuhan
sangatlah penting dalam kaitannya dengan pemanfaatannya sebagai bioherbisida
(Rice, 1974).
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum pengamatan dan percobaan ekstraksi alelopati pada gulma dilaksanakan
pada hari Jum’at, 28 Oktober 2011 bertempat di Green House Fakultas Pertanian,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada percobaan alelopati adalah polibag
yang berukuran kecil sebanyak 12 buah, tanah, biji/benih kacang hijau, timbangan,
ember, botol aqua, gelas ukur, alat penumbuk (batu atau balok-balok), dan alat
tulis-menulis. Sedangkan bahan yang digunakan pada percobaan alelopati adalah
daun rami, daun ubi jalar, daun babandotan, kertas label, air, karung dan
kantong plastik.
3.3 Prosedur Pelaksanaan
Adapun prosedur pelaksanaan pada percobaan alelopati adalah:
1. Sediakan alat dan bahan seperti polibag yang
berukuran kecil, tanah, alat penumbuk (batu atau balok-balok), karung atau
kantong plastik, dengan tiga jenis daun untuk ekstraksi alelopati, seperti daun
rami, daun ubi jalar, dengan daun babandotan.
2. Pertama-tama, isilah 12 polibag dengan tanah kemudian
jenuhkan.
3. Tanamlah masing-masing 3 biji atau benih
kacang hijau tersebut ke dalam 12 polibag.
4. Amatilah setiap minggu, perubahan apa saja
yang terjadi pada pertumbuhan dan perkembangan biji/benih kacang hijau tersebut
dan jangan lupa disiram setiap hari.
5. Untuk pembuatan ekstraksi alelopati, pisahkan
ketiga jenis daun tersebut pada sebuah wadah (ember). Kemudian, timbanglah
ketiga daun tersebut sekitar 300 kg.
6. Tumbuk dan remas-remas daun tersebut sampai
halus pada karung atau kantong plastik dengan menggunakan alat penumbuk (batu
atau balok-balok)
7. Campurkan air pada daun yang sudah ditumbuk
dan diremas-remas secara merata.
8. Sediakan gelas ukur yang berskala untuk daun
yang sudah dihaluskan dengan air sudah tercampur merata. Untuk ketiga daun (daun
rami, daun ubi jalar, serta daun babandotan) yang sudah dihaluskan atau
diekstrak, dimasukkan ke dalam 3 botol aqua sekitar 100 ml dan begitupun
sebaliknya, ketiga daun yang sudah diekstrak dimasukkan ke dalam 3 botol aqua
sekitar 200 ml.
9. Selanjutnya, tandai botol aqua tersebut dengan
kertas label agar bisa dibedakan antara hasil ekstraksi alelopati daun yang 100
ml dengan 200 ml.
10. Hasil ekstraksi alelopati daun tersebut
disiram pada tanaman kacang hijau yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan pada polibag tersebut sesuai dengan perlakuan, ada tanaman kacang
hijau yang disiram dengan 100 ml dan ada
pula yang disiram dengan 200 ml.
11. Simpanlah botol aqua yang berisi ekstraksi
alelopati daun tersebut pada tempat yang ternaungi dan tidak terkena cahaya
matahari (ditempatkan dekat polibag yang berisi tanaman kacang hijau) sehingga
dapat digunakan atau diaplikasikan pada tanaman kacang hijau selanjutnya.
12. Untuk polibag yang berisi tanaman kacang
hijau, jangan lupa untuk selalu menyiram tanaman tersebut dan mencabut atau
menyiangi gulmanya apabila ada yang tumbuh secara berkala (tidak mesti setiap
pagi maupun sore hari untuk menyiram dan menyiangi). Agar tanaman tetap terjaga,
tanah dalam polibag tersebut harus digemburkan sehingga penyerapan unsur
haranya meningkat.
3.4 Parameter Pengamatan.
Adapun parameter pengamatan yang digunakan dalam percobaan alelopati
ini adalah memberikan perlakuan berupa hasil ekstraksi daun tanaman (daun rami,
daun ubi jalar, dengan daun babandotan) yang diaplikasikan pada setiap biji
atau benih kacang hijau yang ditanam di polibag untuk mengetahui hasil
ekstraksi senyawa alelokimia atau senyawa biomolekul yang dapat diaplikasikan
sebagai pembasmi gulma sehingga mengurangi penggunaan herbisida sintetik yang
berbahaya bagi lingkungan.
I.
II.
III.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Perlakuan
|
pengamatan
|
|||||
tinggi tanaman
|
jumlah daun
|
|||||
pertama
|
Kedua
|
Ketiga
|
pertama
|
kedua
|
Ketiga
|
|
Kontrol
|
12
|
17
|
39
|
2
|
2
|
5
|
ubi jalar
|
16
|
18
|
31
|
2
|
4
|
8
|
19
|
19,5
|
31
|
5
|
5
|
8
|
|
Kontrol
|
15
|
28
|
34
|
2
|
2
|
5
|
daun rami
|
16
|
24,5
|
32
|
2
|
2
|
5
|
14,5
|
23
|
36
|
2
|
2
|
5
|
|
Kontrol
|
13,3
|
20
|
39
|
2
|
2
|
5
|
Bandotan
|
17
|
26
|
30
|
2
|
2
|
5
|
15
|
24
|
32
|
2
|
2
|
5
|
|
Kontrol
|
17,3
|
26,5
|
39
|
2
|
2
|
5
|
cocor bebek
|
18
|
28
|
39
|
2
|
2
|
8
|
17,5
|
30
|
40
|
2
|
3
|
5
|
Grafik tinggi dan jumlah daun

4.2
Pembahasan
Dari praktikum
alelopati dengan ekstrak alelopati dari tanaman yang mengandung zat alelopati
yaitu daun ubi jalar, daun rami, dan babandotan diperoleh hasil yang
memperlihatkan perubahan fisik tanaman yang diberi zat alelopati. Hasil diatas maka
dapat dibahas bahwa pada percobaan alelopati digunakan 12 buah polybag, 4
polybag dengan perlakuan kontrol, 2 polybag dengan perlakuan ekstrak zat
alelopati dari daun ubi jalar, 2 polybag dengan perlakuan ekstrak zat alelopati
dari daun rami, 2 polybag dengan perlakuan ekstrak zat alelopati dari daun babandotan,
dan 2 untuk cocor bebek. Jumlah daun dari masing-masing tanaman hampir sama
hanya pada pengamatan kedua jumlah daunnya hanya 5 helai. Pada minggu pertama
setelah pemberian zat alelopati, belum ada perubahan yang drastis,yaitu pada
tinggi tanaman hampir sama dan pertumbuhannya masih terlihat normal. Pada
pengamatan kedua dan ketiga setelah pemberian zat alelopati yang menunjukkan hasil yang begitu berbeda,
yaitu dengan perubahan fisik tanaman yang mulai tidak normal.
Setelah
pemberian zat alelopati tanaman yang cepat menunjukkan pangaruh adalah tanaman
yang di berikan zat ubi jalar karena tanamannya layu, hal ini karena
terhambatnya proses metabolisme dalam tubuh tanaman. Hal ini sesuai dengan
pendapat Rohman (2001) menyebutkan bahwa senyawa-senyawa kimia tersebut dapat
mempengaruhi tumbuhan yang lain melalui penyerapan unsur hara, penghambatan
pembelahan sel, pertumbuhan, proses fotosintesis, proses respirasi, sintesis
protein, dan proses-proses metabolisme yang lain. Sedangkan menurut Odum (1971)
dalam Iqbal Ali (2008) alelopati merupakan suatu peristiwa dimana suatu
individu tumbuhan yang menghasilkan zat kimia dan dapat menghambat pertumbuhan
jenis yang lain yang tumbuh bersaing dengan tumbuhan tersebut.
Pengaruh
alelopati yang di berikan melalui ekstrak tumbuhan yang mengandung zat
alelopati ini juga mempengaruhi penyerapan ion dan air dari akar tanaman.
Pemberian zat alelopati yang menggenangi daerah perakaran tanaman menghambat
permeabilitas membran akar sehingga turgor sel lainnya hilang permeabilitasnya
sehingga bagian-bagian tanaman layu.
Hal
ini sesuai dengan pendapat Einhellig, (1995) yang menyatakan bahwa pengaruh
alelopati (khususnya yang menghambat) terhadap
pertumbuhan dan perkembangan organisme (khususnya tumbuhan)
sasaran melalui serangkaian proses yang cukup kompleks,
proses tersebut diawali di membran plasma dengan terjadinya kekacauan struktur, modifikasi saluran membran, atau hilangnya fungsi enzim
ATP-ase.
Hal
ini akan berpengaruh terhadap penyerapan
dan konsentrasi ion dan air yang kemudian mempengaruhi
pembukaan stomata dan proses fotosintesis. Hambatan berikutnya mungkin terjadi dalam proses sintesis protein, pigmen dan senyawa
karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon.
Sebagian atau seluruh hambatan tersebut kemudian bermuara
pada terganggunya pembelahan dan pembesaran sel yang akhirnya
menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Terdapat banyak fakta
yang menunjukkan bahwa alelopati juga memegang peranan penting didalam
menentukan pola-pola vegetasi dalam ekosistem alami. Adanya zona-zona yang
nyata berbeda dari vegetasi jenis-jenis tumbuhan berkayu yang menghambat
jenis-jenis lainnya untuk tumbuh dan juga pengaruh serasahnya yang meracuni
salah satu contoh yang jelas dari keadaan ini. Demikian juga pada daerah dengan
vegetasi alang-alang murni sukar untuk digantikan oleh jenis-jenis lainnya.
Jenis-jenis gulma menahun yang pada umumnya mempunyai sifat yang sangat agresif
dan dapat dengan cepat menguasai suatu habitat atau membentuk jenis tunggal
yang dominan kemungkinannya juga disebabkan oleh adanya senyawa alelopati yang
dihasilkan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan tentang pengamatan alelopati, maka
dapat disimpulkan bahwa:
1.Alelopati merupakan suatu fenomena alam dimana suatu
organisme memproduksi dan mengeluarkan suatu senyawa biomolekul (disebut alelokimia) ke lingkungan dan senyawa tersebut memengaruhi perkembangan dan
pertumbuhan organisme lain di
sekitarnya.
2.Percobaan ekstraksi
atau isolasi alelopati menggunakan 12 buah polybag, 4 polybag dengan perlakuan
kontrol, 2 polybag dengan perlakuan ekstrak zat alelopati dari daun ubi jalar,
2 polybag dengan perlakuan ekstrak zat alelopati dari daun rami, 2 polybag
dengan perlakuan ekstrak zat alelopati dari daun babandotan, dan 2 untuk cocor
bebek.
3.Ektraksi
alelopati dapat dimanfaatkan dan diaplikasikan sebagai pembasmi gulma
sehingga mengurangi penggunaan herbisida sintetik yang berbahaya bagi
lingkungan. Pengaruh senyawa
alelopati dapat menghambat penyerapan hara yaitu dengan menurunkan kecepatan penyerapan
ion-ion oleh tumbuhan, memberikan pengaruh menghambat respirasi akar, memberikan
pengaruh menghambat sintesis protein, dan senyawa alelopati dapat menghambat maupun
mengendalikan aktivitas kerja enzim.
5.2 Saran
Sebaiknya jadwal praktikum dilaksanakan lebih awal dan tepat
waktu mulai dan jam berakhirnya praktikum, agar pelaksanaan praktikum dapat
selesai sebelum waktu final tiba sehingga tidak mengganggu konsentrasi
mahasiswa untuk menghadapi final test serta asisten harus memberitahukan
tentang jadwal praktikum yang seolah-olah berubah jadwalnya agar secepatnya di
infokan kepada praktikan.
Anonim, 2007. Gulma dan
Pengaplikasiannya pada Tumbuhan dan Tanaman. Penerbit Gramedia, Jakarta.
Einhellig, F.A., E.L. Rice, P.C. riser dan S.H. Wender. 1970. Effects
of scopoletin on growth, CO2 exchange rates and concentrations of scopoletin,
and chlorogenic acid in tobacco, sunflower and pigweed. Bull. Torrey Bot. Club, 97: 22-27.
Patrick, 1971. Evolutionary ecology. 2 ed Edition Harper
& Row, New York.
Rice, E.L. 1974. Allelopathy.
Acad. Press, New York.
Rohman,
Fatchur. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Malang: Universitas
Negeri Malang.
Wikipedia Bahasa Indonesia 2009. Macam-Macam
dan Pengaruh Gulma pada Tanaman. Ensiklopedia Bebas, Indonesia.
Willis,
2007. Allelopathy: Communities and Ecosystems. Macmillan, London.
Watson, J.D., Weston, G., T.A. Baker, S.P. Bell, A. Gann, M.
Levine, R. Losick. 1996. Allelopathy.
Pearson Education, Inc, San Francisco.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah gulma
timbul pada saat suatu jenis tumbuhan atau sekelompok tumbuhan mulai mengganggu
aktivitas manusia baik kesehatannya maupun kesenangannya.Istilah gulma bukanlah
istilah yang ilmiah, melainkan istilah sederhana yang sudah merupakan milik
masyarakat. Masyarakat secara keseluruhan mempunyai konsepsi yang sangat luas
akan apa yang dikenal sebagai gulma atau tumbuhan pengganggu. Yang termasuk
dalam kelompok gulma tidak saja tumbuhan yang merugikan manusia dalam beberapa
hal, tetapi juga semua tumbuhan yang tidak bermanfaat atau yang belum diketahui
manfaatnya.Setiap orang memiliki konsepsi dan definisi yang berbeda tentang
gulma.
Untuk
menyebut sesuatu jenis tumbuhan sebagai gulma, seseorang memerlukan praduga dan
prasangka yang kuat bahwa tumbuhan tersebut memang benar-benar merugikan.Pada
mulanya, jenis-jenis tumbuhan yang dianggap sebagai gulma hanya terbatas pada
lahan pertanian saja, tetapi dengan meningkatnya jumlah penduduk dan
aktivitasnya dalam memanfaatkan lahan-lahan lain di sekitarnya maka jumlah dan
jenisnya meningkat dengan pesat.
Secara
subjektif, gulma memiliki sifat-sifat morfologi, bentuk hidup, dan habitat
tumbuhan itu sendiri.Diantara yang termasuk dalam kelompok ini ialah bahwa
gulma merupakan tumbuhan yang tidak dikehendaki oleh manusia.Semua tumbuhan
selain tanaman budidayanya dapat dilihat di lapangan bahwa selain tanaman padi
di sawah yang memang sengaja ditanam, tumbuhan lainnya dianggap gulma sehingga
tumbuhan tersebut masih belum diketahui manfaatnya.Tumbuhan gulma memiliki
pengaruh negatif terhadap manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung
karena seperti yang diketahui bersama bahwa tumbuhan gulma hidup dan habitatnya
tidak pernah diinginkan.
Secara
ekologis, beberapa jenis gulma lahan pertanian mempunyai sifat sebagai tumbuhan
pioner yang dapat dengan cepat menguasai lahan-lahan yang telah mengalami
gangguan manusia atau menguasai tempat tetapi banyak pula yang tidak mempunyai
sifat-sifat ini.Dalam bahasa ilmiahnya adalah gulma merupakan tumbuhan pioner
dari suksesi sekunder terutama pada lahan-lahan pertanian.Sebaliknya, banyak
jenis tumbuhan yang mempunyai sifat-sifat tersebut tetapi sampai saat ini belum
menjadi gulma yang dapat menimbulkan gangguan.Oleh karena itu, lebih tepat lagi
jika gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang telah beradaptasi dengan habitat
buatan dan menimbulkan gangguan terhadap segala aktivitas manusia.
Akhir-akhir
ini, dengan semakin meningkatnya pemahaman akan lingkungan pada masyarakat
kita, maka gulma dapat pula didefinisikan sebagai suatu organisme hidup
khususnya tumbuhan yang mampu mengubah energi dari arah yang dikehendaki
manusia. Pemupukan padi misalnya, dapat bertujuan untuk meningkatkan hasil
panen telah diubah untuk menyuburkan Monochoria
vaginalis atau Salvinia molesta.
Gulma dapat lebih bersifat umum dalam
berbagai keadaan, yaitu merupakan semua jenis vegetasi tumbuhan yang
menimbulkan gangguan pada lokasi tertentu terhadap tujuan yang diinginkan
manusia.Selain itu, gulma secara umum merupakan sejenis tumbuhan yang
individu-individunya sering kali tumbuh pada tempat-tempat di mana mereka
menimbulkan kerugian pada manusia. Beberapa contoh gulma yang akan dibahas
antara lain Cynodon dactylon (L)
dengan Dactyloctenium aegyptium (L)
Beauv.
1.2 Tujuan dan Kegunaan.
Adapun
tujuan dari percobaan ini adalah:
1. Untuk
mengetahui jenis-jenis gulma secara umum.
2.
Untuk mengetahui klasifikasi, habitat, asal
tanaman, deskripsi, manfaat, dan perbedaan antara gulma jenis atau spesies Cynodon dactylon (L) dengan spesies Dactyloctenium aegyptium (L) Beauv.
Adapun
kegunaan dari percobaan ini adalah:
1. Dapat
dimanfaatkan pada lahan pertanian untuk meningkatkan lahan-lahan lain pada
jenis-jenis tumbuhan gulma yang ada di sekitarnya sehingga jumlah dan jenisnya meningkat
dengan pesat.
2. Dapat
berpengaruh terhadap tanah, populasi jasad pengganggu, menguntungkan bagi
tanaman budidaya, dan menguntungkan bagi lahan pertanian.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Klasifikasi
Gulma
dapat dikelompokkan ke dalam beberapa sistem klasifikasi.Ada yang berdasarkan
tempat di mana gulma itu tumbuh atau habitatnya (sawah, hutan, kebun, perairan,
dan lain-lain), tingkat kerugian yang ditimbulkan ataupun berdasarkan mudah
atau tidaknya pengendalian yang dilakukan.Gulma dapat juga diklasifikasikan
berdasarkan sifat-sifat morfologinya, yaitu gulma berdaun lebar untuk tumbuhan
dikotil dan gulma berdaun sempit untuk tumbuhan monokotil khususnya pada jenis
rumput dan teki.Metode klasifikasi yang umum digunakan adalah yang berdasarkan
daur hidup gulmanya. Gulma yang memiliki panjang umur atau usia, musim
pertumbuhan, dan waktu serta cara berkembangbiak merupakan data-data yang
digunakan untuk pengelompokan dengan sistem klasifikasi. Klasifikasi gulma
berdasarkan daur hidup atau siklus hidupnya, terdiri atas tiga macam, yaitu
gulma semusim, gulma dua musim, dan gulma menahun.Gulma semusim merupakan gulma
yang mempunyai daur hidup hanya satu tahun atau kurang dari yang dimulai dari
perkecambahan biji hingga dapat menghasilkan biji kembali.Gulma semusim merupakan
kelompok yang paling banyak dari jenis-jenis gulma yang diketahui, khususnya
dalam persaingannya dengan tanamn pangan yang semusim.Pada gulma dua musim,
merupakan gulma yang dapat hidup lebih dari satu tahun tetapi kurang dari dua
tahun.Pada fase pertumbuhan awal, kecambah biasanya berbentuk roset. Setelah
mengalami musim dingin, bunga akan terbentuk dengan diikuti pembentukan biji
dan kemudian mati. Sedangkan gulma menahun merupakan gulma yang dapat hidup
lebih dari dua tahun yang memiliki ciri-ciri setiap tahunnya, pertumbuhan
dimulai dengan perakaran yang sama (Kuntohartono, 1984).
Adapun
klasifikasi (taksonomi) dari gulma jenis Cynodon
dactylon (L) adalah:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Ordo : Cypera
Famili : Cyperaceae
Genus : Cynodon
Spesies :Cynodon dactylon (L)
Adapun
klasifikasi (taksonomi) dari gulma jenis Dactyloctenium
aegyptium (L) Beauv.adalah:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Ordo :
Cypera
Famili : Cyperaceae
Genus : Dactyloctenium
Spesies : Dactyloctenium
aegyptium (L) Beauv.
2.2
Habitat
Pertumbuhan
gulma dan luas penyebarannya di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan tempat gulma tersebut tumbuh, praktek-praktek bercocok tanam, dan
juga jenis tanaman pangan yang ada.Faktor-faktor lingkungan seperti jenis dan
tingkat kesuburan tanah, ketinggian tempat, keadaan air tanah, dan habitat
(tempat tinggal makhluk hidup) yang berperan dalam membatasi pertumbuhan dan
penyebaran gulma. Komunitas gulma dalam habitatnya berbeda-beda dari satu
tempat ke tempat yang lainnya, baik pada jenis pertanaman yang sama maupun
jenis pertanaman yang berbeda (Bangun, 1987).
Gulma
jenis atau spesies Cynodon dactylon (L)
merupakan gulma padi gogo rancah maupun gulma yang terdapat pada tanaman
sayuran (tanaman kubis, selada, kedelai, wortel dan jagung).Padi gogo rancah
ditanam seperti pada padi gogo pada awal pertumbuhannya dan setelah curah hujan
mencukupi atau dengan adanya air irigasi. Maka, tanaman akan digenangi. Dengan
keadaan seperti ini, maka jenis-jenis gulma yang ada harus dapat beradaptasi
pada dua keadaan lingkungan yang berbeda, yaitu keadaan kering dan keadaan yang
basah.Jadi, gulma Cynodon dactylon (L)
memiliki habitat di lahan tanah sawah.Begitupun yang terdapat pada tanaman
sayuran, seperti tanaman kubis, selada, kedelai, wortel jagung dimana
jenis-jenis gulma dominan yang ditemukan pada tanaman kubis berdasarkan
besarnya nilai SDR (Summed Dominance Ratio).Jadi, gulma Cynodon dactylon (L) juga memiliki habitat di lahan pertanian
(Pancho, 1984).
Gulma
jenis atau spesies Dactyloctenium
aegyptium (L) Beauv merupakan gulma sejenis rumput-rumputan yang bernama
rumput tapak jalak atau rumput tagelan. Gulma ini pada umumnya berhabitat di
daerah padang rumput daerah perkebunan yang terdiri dari jenis-jenis gulma
menahun. Gulma di daerah atau sejenis ini didefinisikan sebagai semua jenis
tumbuhan yang tidak mempunyai nilai gizi yang tinggi dan tidak produktif.Gulma
semacam ini merupakan semua tumbuhan yang mempunyai nilai dan pengaruh negatif
terhadap hewan ternak atau tanaman dan hasilnya (Soedarsan, 1983).
2.3 Asal Tanaman
Pengamatan
komposisi jenis gulma pada berbagai jenis pertanaman adalah berdasarkan pada
persen penutupan, tingkat kepadatan, dan berat kering gulma.Gulma jenis Cynodon dactylon (L) berasal dari pulau
Jawa, Tabanan, dan Bali. Dimana, spesies gulma ini terdapat 38 jenis gulma pada
pertanaman padi gogo rancah yang terdiri dari 21 jenis rerumputan, 9 jenis
teki-tekian, dan 17 jenis dari golongan berdaun lebar. Pada tanaman jagung
terdapat 43 jenis gulma yang tumbuh pada pertanaman jagung yang terdiri dari 12
jenis rerumputan, 5 teki-tekian, dan 26 jenis gulma berdaun lebar. Pada tanaman
kedelai terdapat sekitar 56 jenis gulma yang biasa tumbuh di pertanaman kedelai
yang terdiri dari 20 jenis rerumputan, 6 teki-tekian, dan 26 jenis gulma
berdaun lebar. Sedangkan pada tanaman kubis, wortel dan selada terdapat sekitar
54 jenis gulma yang terdiri dari 16 jenis gulma rerumputan, 4 jenis dari
golongan teki-tekian, dan 34 jenis dari golongan berdaun lebar. Adapun gulma
jenis Dactyloctenium aegyptium (L) Beauvtermasuk
tanaman leguminosa yang berasal dari Australia, Selandia Baru, Eropa, Jepang,
dan Indonesia (Imamuddin, 1988 dan Hartutiningsih, 1988).
2.4 Deskripsi Bagian Tanaman
Gulma
jenis Cynodon dactylon (L) memiliki
akar serabut, batang yang beruas-ruas dan berbuku-buku yang ditandai bahwa
gulma yang menyerang tanaman ini adalah tanaman yang subur dan cabangnya yang
kuat dan berdiri tegak, struktur daun yang beragam, memiliki bunga yang
beragam, dan bentuk buah atau biji yang sesuai dengan penyebarannya, baik
melalui angina, air, hewan, manusia, melalui mekanisme pecahnya buah, dan
penyebarannya melalui gravitasi yang tidak mempunyai alat khusus. Sedangkan
gulma jenis Dactyloctenium aegyptium (L)
Beauv memiliki akar serabut yang sifatnya menyebar atau menjalar di
permukaan tanah, memiliki batang yang tidak beruas-ruas atau tidak memiliki
batang (cabang), struktur daun yang beragam, bentuk bunganya sangat kecil,
serta bentuk buah atau biji memiliki karakteristik yang dapat membantu tingkat
pemencaran dan penyebarannya, sama halnya dengan penyebaran jenis gulma yang
satunya (Numata dan Yoshizawa, 1975).
2.5 Manfaat
Pengendalian
jenis gulma merupakan salah satu komponen penting di dalam hampir setiap sistem
produksi pertanian karena hasil panen sangatlah dipengaruhi oleh adanya
gulma.Di samping itu, beberapa faktor lainnya seperti kualitas hasil, waktu
pemanenan, jumlah populasi jasad pengganggu lainnya serta populasi organisme
bermanfaat seperti predator dan parasit juga dipengaruhi oleh adanya
gulma.Sering kali pengaruh dari adanya gulma terhadap salah satu faktor yang
mempengaruhi produksi gulma ini sangatlah nyata. Misalnya pada gulma jenis Cynodon dactylon (L) dan Dactyloctenium aegyptium (L) Beauv memiliki
nilai ekonomis berupa standar kualitas benih dari beberapa jenis sayur-sayuran
menentukan bahwa benih-benih itu harus bebas dari biji-biji beberapa jenis
gulma tertentu sebelum dapat digunakan sebagai bibit, dapat bermanfaat dalam
penerapan plasma nutfah, sebagai pupuk alami yang ramah lingkungan sehingga
penggunaan pupuk yang bersifat kimia perlu dikendalikan atau dikurangi, dan
dapat meningkatkan kualitas maupun kuantitas hasil pertanian pada tanaman
pokoknya. Sedangkan dari segi farmakologis, dapat digunakan sebagai herbisida
yang dapat mengendalikan gulma, hama maupun penyakit dengan pemanfaatan musuh
alami yang efektif dan efisien. Selain itu, dapat bermanfaat sebagai
obat-obatan atau pengobatan (gulma tanaman herbal) dalam menyembuhkan penyakit
pada manusia (Glass, 1975).
BAB
III
PEMBAHASAN
Perbedaan antara gulma Cynodon dactylon (L) dan Dactyloctenium
aegyptium (L)Beauv antara lain:
1.
Gulma Cynodon dactylon (L) dapat
tumbuh pada berbagai macam tanaman seperti padi gogo rancah, jagung, kedelai,
kacang tanah, dan berbagai tanaman sayuran seperti kubis, wortel, dan selada
serta menyerang tanaman perkebunan seperti kapas, kopi, teh, dan tebu. Gulma Cynodon dactylon (L) termasuk dalam
kelompok gulma
2.
Sedangkan pada gulma Dactyloctenium
aegyptium (L)Beauv dapat tumbuh di daerah padang rumput daerah perkebunan
yang menyerang tanaman rumput tapak jalak atau rumput tagelan.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari
pembahasan tentang pengamatan jenis gulma sebelumnya, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1.
Antara gulma jenis Cynodon dactylon (L)
dan Dactyloctenium aegyptium (L)Beauv
memiliki perbedaan dalam klasifikasi, habitat, asal tanaman, deskripsi, dan
manfaatnya.
2.
Gulma jenis Cynodon dactylon (L) dan Dactyloctenium aegyptium (L)Beauv dapat dimanfaatkan pada lahan pertanian untuk
meningkatkan lahan-lahan lain pada jenis-jenis tumbuhan gulma yang ada di
sekitarnya sehingga jumlah dan jenisnya meningkat dengan pesat.
3.
Pengendalian jenis gulma merupakan salah satu komponen penting di dalam hampir
setiap sistem produksi pertanian karena hasil panen sangatlah dipengaruhi oleh
adanya gulma.
DAFTAR PUSTAKA
Bangun,
P. 1987. Present status of weed problems
in different food crops in Indonesia. Report of the ASEAN PLANTI Tech Meet.on
Standardization of wwed interception. Manila, Philippines. 15 pp.
Glass,
E.H. 1775. Integrated pest management: rationale, potential, needs and
improvement. Entomol.Soc. Am. Spec.
Publ., pp. 75-102.
Imamuddin,
H. dan Hartutiningsih. 1988. Gulma sayuran dataran tinggi di daerah Candi
Kuning, Tabanan, Bali. Prosid.Konp.HIGI
ke-9, Bogor. Vol. 1:239-245
Kuntohartono,
T. 1984. Pengendalian gulma di lahan perkebunan tebu.Dalam: Pengolahan Gulma di Perkebunan. PT. Gramedia, Jakarta. hlm.
185-188.
Numata,
M. dan Yoshizawa. 1975. Weed flora of Japan illustrated by colour. The Japanese
Association for Advancement of Phytoregulators (JAPR), 414 pp.
Pancho,
J.V. 1984. Weeds of vegetable farms in highlands of Luzon, La Trinidad,
Philippines. BIOTROP Spec. Publ. No.
24: 117-121.
Soedarsan,
A., Basuki, S. Wirjahardja dan M.A. Rifai. 1983. Pedoman pengenalan berbagai jenis gulma pada tanaman perkebunan.
Dirjen Perkebunan, Dep. Pertanian.
BAB I
1.1 Latar Belakang
Gulma adalah tumbuhan yang kehadirannya tidak
diinginkan pada lahan pertanian karena menurunkan hasil yang bisa dicapai oleh
tanaman produksi.Batasan gulma bersifat teknis dan plastis. Bersifat teknis, karena berkait dengan proses produksi suatu tanaman pertanian. Keberadaan
gulma menurunkan hasil karena mengganggu pertumbuhan tanaman produksi melalui
kompetisi. Bersifat plastis, karena batasan ini tidak mengikat suatu spesies tumbuhan.
Pada tingkat tertentu, tanaman berguna dapat menjadi gulma. Sebaliknya,
tumbuhan yang biasanya dianggap gulma dapat pula dianggap tidak mengganggu.
Contohnya adalah tanaman kedelai yang tumbuh di sela-sela pertanaman monokulturjagung dapat dianggap sebagai gulma, namun pada sistem tumpang sari keduanya merupakan tanaman utama. Meskipun demikian, beberapa jenis
tumbuhan dikenal sebagai gulma utama, seperti teki-tekian, rumput-rumputan dan alang-alang.
Pengendalian gulma merupakan subjek yang sangat
dinamis dan perlu strategi yang khas untuk setiap kasus. Beberapa hal perlu
dipertimbangkan sebelum pengendalian gulma dilakukan dengan jenis
gulma dominan, tumbuhan budidaya utama,alternatif pengendalian yang tersediadengan dampak ekonomi dan
ekologi. Kalangan pertanian sepakat dalam
mengadopsi strategi pengendalian gulma
terpadu untuk mengendalikan pertumbuhan gulma.Agensi pengendali gulma
dinamakan herbisida (herbicide).
Penyebaran cepat sejenis gulma misalnya pada Palmer pigweedyang tahan glifosat merupakan kegagalan agronomi
utama biji rekayasa genetik atau transgenik Roundup Ready (RR).Sementara
tanaman transgenik telah tersandung di masa lalu, penyebaran gulma tahan
glifosat menyebabkan masalah lebih berat dan luas daripada kegagalan panen
transgenik yang tercatat saat ini.Hal ini seharusnya meniadakan manfaat tanaman
transgenik tahan herbisida yang direkayasa untuk menahan aplikasi herbisida
sehingga hanya gulma yang terserang, dan menunjukkan bahwa bioteknologi ini
merupakan strategi buntu bagi petani dan lingkungan.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari percobaan penyebaran biji gulma adalah:
1. Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan
biji atau benih tanaman kacang hijau dan pengaruhnya terhadap penyebaran biji
gulma.
2. Untuk mengetahui perbedaan antara penyebaran
biji gulma pada benih kacang hijau di talang perkecambahan dengan yang ada di
polibag.
Adapun kegunaan dari percobaan penyebaran biji
gulma adalah:
1. Untuk dimanfaatkan sebagai pengendalian
gulma yang merupakan
subjek yang sangat dinamis untuk
mempertimbangkan sebelum pengendalian gulma dilakukan pada jenis gulma dominan, tumbuhan budidaya utama, alternatif pengendalian yang tersedia, dengan dampak ekonomi dan ekologi dalam penyebaran biji gulma.
2. Untuk dimanfaatkan dalam parameter pengamatan
dalam pertumbuhan dan perkembangan penyerapan biji gulma.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gulma merupakan tumbuhan yang tidak sesuai dengan tempatnya atau
tanaman yang tumbuh bukan pada tempatnya. Gulma merupakan tanaman yang
keberadaan atau kehadirannya dapat mengganggu tanaman lain.Gulma mempengaruhi
banyak fase pengusahaan tanaman dan menyebabkan kerugian-kerugian yang serius
dalam hasil dan kualitas dan meningkatkan biaya produksinya.Kerusakan yang
langsung disebabkan karena adanya gulma di dalam dan dekat lahan yang ditanamai
berupa gulma dalam lahan tanaman yang mengurangi hasil dan kualitas oleh
persaingan kebutuhan tumbuh, seperti hara, air, dan cahaya.Gulma mengurangi
efisiensi panen dan mesin-mesin, karena gulma yang membentang di tanah,
membelit ke dalam mesin dan yang berdiri tegak menumpang pada panen (Ennis,
1967).
Gulma mengintensifkan masalah penyakit-penyakit serangga dan hama yang
berperan yang lain yang berperan sebagai inang. Misalnya, rumput potong Leersia oryzoides, terkenal sebagai
inang bakteri kutu daun padi. Contoh yang lain misalnya, serangan gulma rumput,
menyebabkan peningkatan populasi kutu busuk padi. Gulma yang beracun di padang
rumput atau di daerah ternak yang hijau menyebabkan penyakit yang menyerang
ternak. Banyak jenis gulma tahunan berdaun berdaun lebar dalam lapangan rumput
ternak yang diketahui beracun.Misalnya, Pakis dengan jenis atau spesies Pteridium aquilinummerupakan salah satu
jenis yang yang beracun bagi ternak dan dikenal paling luas di negara
Jepang.Gulma air mengurangi efisiensi sistem irigasi yang paling mengganggu dan
tersebar luas, yaitu tanaman eceng gondok jenis atau spesies Eichhornia crassipes.Terjadi pemborosan
air karena penguapan dan juga mengurangi aliran air.Kehidupan air oleh
penguapan dan juga mengurangi aliran air. Kehilangan air oleh penguapan itu
sekitar 7,8 kali lebih banyak dibandingkan dengan air terbuka atau air mengalir
(Shimamura, 1970).
Mengendalikan
gulma adalah salah satu kegiatan penting manajemen perkebunan tanaman tahunan
karena pengendalian gulma merupakan salah satu faktor penentu terhadap tingkat
keberhasilan usaha perkebunan itu.Begitupun pada penyebaran biji gulma.Memang
secara kuantitatif, belum dapat dinyatakan tingkat kerugian yang terjadi karena
gulma di perkebunan karet.Tetapi secara kualitatif, tentu setiap perkebunan
telah merasakannya dan bahkan pernah mengalaminya (Nasution, 1986).
Dalam
suatu sistem pertanian ingin mencapai hasil yang menguntungkan secara maksimal.Penurunan
hasil oleh gulma dapat mencapai 20 sampai 80 % bila gulma tidak
disiangi.Berhasil atau tidaknya suatu panenan, sebagian ditentukan pula oleh
ada atau tidaknya gulma di lahan itu.Tingkat persaingan antara tanaman dan
gulma bergantung pada empat faktor, yaitu stadia pertumbuhan tanaman, kepadatan
gulma, tingkat cekaman air dan hara, serta spesies gulma.Jika dibiarkan, gulma
berdaun lebar dan rumputan dapat secara nyata menekan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman budidaya (Fadhly dan Tabri, 2007).
Pengendalian gulma
secara khemis telah umum dilakukan di perkebunan.Dengan pengaplikasian
herbisida, maka gulma yang mati disekitar tanaman tidak terbongkar keluar
sehingga bahaya erosi dapat ditekan sekecil mungkin dan juga dapat dihindari
kerusakan perakaran akibat alat-alat mekanis disamping pekerjaan pengendalian
dapat diselesaikan dalam waktu yang jauh lebih cepat dibanding membabat atau
mengkikis.Herbisida adalah bahan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan gulma
sementara atau mematikannya bila diaplikasikan pada ukuran yang tepat. Dengan
kata lain, jenis dan kadar racun bahan kimia suatu herbisida menentukan arti
dari herbisida itu sendiri.Ada banyak merek dagang herbisida yang dijual di
pasaran dengan berbagai bahan aktif yang dikandungnya. Agar penggunaan
herbisida efektif dapat mengendalikan jenis gulma tertentu, maka harus
diketahui jenis bahan aktif yang terkandung dalam herbisida di samping dosis
dan cara aplikasinya (Moenandir, 1988).
Secara global, di dunia sudah terdapat populasi 18 spesies gulma telah
ditemukan tahan glifosat.Dari jumlah tersebut, 10 telah ditemukan di negara Amerika
Serikat dengan total 24 dari 50 negara.Secara tidak resmi, informasi dari
petani dan agen ekstensi pertanian menunjukkan bahwa beberapa spesies tahan
glifosat, seperti horseweed (Conyza canadensis, juga disebut marestail)
bergerak lebih cepat dari ganggang dimana ilmuwan dapat melacak mereka.Tak satu
pun dari gulma tahan glifosat yang muncul di Amerika Serikat yang dipercaya
lebih dari sebuah ancaman terhadap produktivitas pertanian dari bayam palmer (Amaranthus
palmeri) atau spesies Palmerpigweed,
seperti yang umumnya dikenal dan menimbulkan penggunaan herbisida lebih besar.Penyebaran
biji gulma tahan herbisida adalah masalah global yang didokumentasikan setidaknya
60 negara.Tingkat keparahan dan wilayah yang dipengaruhi oleh setiap hal yang
tahan herbisida adalah sangat bervariasi. Beberapa jenis gulma resisten hanya
didokumentasikan dalam satu atau beberapa bidang, sementara yang lain menutupi
areal besar dan internasional lintas batas (Hammond, 2005).
Demikian pula dalam sistem pertanian konvensional. Beberapa jenis
gulma resisten mudah dikontrol, sementara yang lain lebih sulit untuk bisa
pulih. Sebagai contoh, beberapa penyebaran gulma secara langsung dikontrol oleh
herbisida alternatif selama musim tumbuh. Dalam kasus lain, gulma resisten
dapat dikendalikan atau bahkan dieliminasi oleh aplikasi antara penanaman. Herbisida
alternatif atau praktik-praktik pertanian tanaman konvensional sering dapat
mengurangi atau mengendalikan herbisida resisten.Dengan tanaman yang secara
genetik direkayasa agar tahan terhadap herbisida tertentu, benih dan herbisida
dihubungkan sedemikian rupa sehingga dapat membuat kontrol terhadap populasi
resisten lebih sulit (Hammond, 2005).
Pengambilan sampel tentang penyebaran biji gulma di sekitar lokasi
atau dilapangan dapat dilakukan pada penerapan maupun pemanfaatan tanah yang
ternaungi, tanah yang tidak ternaungi, tanah sawah, dengan media tanam pada
polibag.Sampel tanah yang diambil dari lapangan tersebut diletakkan dan
ditempatkan pada talang perkecambahan kemudian dijenuhkan atau disiram
tanahnya.Selanjutnya, ditanami biji atau benih tanaman yang sudah direndam,
misalnya benih kedelai, kacang hijau, jagung, atau tanaman berbiji yang
lainnya.Setiap jenis tumbuhan mempunyai kemampuan untuk menyerap unsur hara
dari dalam tanah yang berbeda-beda.Adanya gulma, bukan hanya memiliki pengaruh
kompetisi tetapi berperan dalam menyeimbangkan perbandingan unsur hara yang ada
di dalam tanah (Moenandir, 1988).
Penyebaran gulma biasanya tidak dikehendaki keberadaannya karena
memiliki pengaruh yang negatif terhadap tanaman pertanian.Tanaman gulma
mempunyai daya kompetisi yang sangat tinggi sehingga gulma dianggap sebagai
tanaman yang merugikan manusia karena daya kompetisinya tinggi yang dapat
menurunkan hasil panen.Kompetisi semacam ini dapat berupa kompetisi ruang, air,
hara, maupun cahaya. Gulma sebagai rumah inang sementara dari penyakit atau
parasit tanaman pertanian yang disebabkan oleh banyak penyakit, parasit, dan
hama yang tidak hanya hidup pada tanaman pertanian saja, tetapi juga pada gulma
khususnya yang secara taksonomi erat kaitannya. Penyebaran dan pengendalian gulma
dapat menyebabkan kurangnya mutu hasil pasca panen. Beberapa bagian dari gulma
yang ikut terpanen akan memberikan pengaruh negatif terhadap hasil panenan
(pasca panen). Misalnya dapat meracuni, mengotori, menurunkan kemurnian,
ataupun memberikan rasa dan bau yang tidak asli. Adanya tanaman gulma dalam
jumlah populasi yang tinggi akan menyebabkan kesulitan dalam melakukan kegiatan
pertanian dan menghambat kelancaran aktivitas pertanian. Misalnya pemupukan,
pemanenan dengan alat-alat mekanis, dan lain-lain (Nasution,
1986).
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum pengamatan dan percobaan penyebaran biji gulma dilaksanakan
pada hari Jum’at, 14 Oktober 2011 bertempat di Green House Fakultas Pertanian,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada percobaan penyebaran biji gulma adalah
talang perkecambahan, penggaris, dan alat tulis menulis. Sedangkan bahan yang
digunakan pada percobaan penyebaran biji gulma adalah benih kacang hijau, air,
tanah ternaungi, tanah tidak ternaungi, tanah sawah, dan kertas label.
3.3 Prosedur Pelaksanaan
Adapun prosedur pelaksanaan pada percobaan penyebaran biji gulma
adalah:
1. Sediakan alat dan bahan seperti talang
perkecambahan sebanyak 3 buah, penggaris, alat tulis menulis, biji atau benih
kacang hijau, air, tanah yang ternaungi, tanah tidak ternaungi, tanah sawah,
dengan kertas label.
2. Pertama-tama, isilah tiga talang perkecambahan
tersebut dengan tiga jenis sampel tanah yang diambil di lapangan. Satu talang
berisi tanah yang ternaungi, satu talang berisi tanah tidak ternaungi, dan satu
talang berisi tanah sawah. Selanjutnya, jenuhkan dan siram ketiga tanah
tersebut dengan air.
3. Tanam dan semaikan biji atau benih kacang
hijau tersebut ke masing-masing talang perkecambahan yang sudah berisi tanah.
4. Untuk talang perkecambahan, tanam dan semaikan
benih kacang hijau itu secara teratur dalam bentuk barisan.
5. Penanaman biji/benih tidak perlu ditekan
dalam-dalam pada tanah tetapi cukup ditanami saja kemudian ditimbuni tanah
sedikit.
6. Berikan setiap perlakuan pada benih kacang
hijau yang sudah ditanam tersebut dengan menggunakan kertas label.
7. Aturlah tempat benih kacang hijau yang sudah
ditanam pada talang perkecambahan tersebut pada tempat yang dapat mempengaruhi
kondisi dan keadaan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan penyebaran biji
gulma tersebut. Penyebaran biji gulma akan mempengaruhi faktor-faktor, seperti
suhu, cahaya, air, dan tanah (faktor eksternal) dengan pengaruh enzim dan
genetik (faktor internal).
8. Amatilah setiap minggu, perubahan apa saja
yang terjadi pada pertumbuhan dan perkembangan biji atau benih kacang hijau
tersebut. Catatlah hasilnya apabila terjadi penyebaran tanaman gulma yang
tumbuh maupun tidak tumbuh.
9. Jangan lupa disiram atau dijenuhkan setiap
hari.
10. Lihat perkembangan perubahan tanaman
biji/benih kacang hijau tersebut pada talang perkecambahan.
3.4 Parameter Pengamatan.
Adapun parameter pengamatan yang digunakan dalam percobaan penyebaran
biji gulma ini adalah memberikan perlakuan pada setiap biji atau benih kacang
hijau yang ditanam di talang perkecambahan dan untuk mengetahui pertumbuhan dan
perkembangan penyebaran biji gulma.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil.
Adapun
hasil dari praktikum ini adalah:
Sampel
|
Jenis Gulma
|
Jumlah Gulma
|
||
pertama
|
kedua
|
ketiga
|
||
Tanah sawah
|
Berdaun lebar dan berdaun majemuk
|
5
|
mati
|
2
|
Tanah ternaungi
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Tanah tidak ternaungi
|
-
|
-
|
-
|
-
|
4.2 Pembahasan.
Dari praktikum
identifikasi penyebaran biji gulma ini, menggunakan tiga jenis tanah berbeda,
yaitu tanah sawah, tanah ternaungi, dan tanah yang tidak ternaungi. Dari hasil
yang didapatkan diatas maka dapat dibahas bahwa pada pengamatan pertama pada
tanah sawah, tumbuh 5 gulma dari dua jenis gulma yang berbeda, yaitu 3 gulma
berdaun lebar, dan 2 lainnya gulma berdaun majemuk, pengamatan kedua pada tanah
sawah, gulma yang mati karena kekeringan, dan pada pengamatan ketiga tumbuh 2
gulma dengan jenis gulma berdaun lebar dengan bentuk daun mejemuk yang terdapat
pada tanah sawah.
Tumbuhnya gulma pada
tanah ini, menunjukkan bahwa kondisi tersebut dapat mematahkan dormansi gulma,
karena faktor perkecambahannya terpenuhi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Andrian
Xinata (2009), bahwa terangkatnya biji gulma diatas permukaan tanah dan
tersediaanya kelembaaan yang sesuai untuk perkecambahan yang mendorong gulma
untuk tumbuh dan berkembang.
Selain
itu, pada tanah sawah ini, bisa di perkirakan bahwa gulma yang sebelumnya
tumbuh pada tanah sawah tersebut adalah gulma yang menghasilkan biji banyak,
sehingga pertumbuhannya cepat, gulma juga dapat menghasilkan biji dalam jumlah
yang sangat banyak, ini pulalah yang memungkinkan gulma cepat berkembang biak.
Akan tetapi, gulma yang terlihat tumbuh pada tanah sawah bukan dari jenis gulma
yang sering tumbuh di tanah persawahan. Hal ini, menunjukkan bahwa biji gulma
tersebut terbawa dari luar persawahan oleh suatu faktor tertentu, seperti dari
irigasi petani. Menurut Anonim (2010), faktor penentu dalam penyebaran gulma
adalah struktur dan habitat organ perbanyakan gulma. Perantara penyebaran gulma
adalah angin, air, binatang, manusia, dan (dalam kasus yang jarang) mekanisme
ledakan.
Sedangkan pada tanah
ternaungi dan tahan tidak ternaungi belum ada yang tumbuh. Hal ini menunjukkan
bahwa pada tanah tersebut mungkin saja ada biji gulma yang tersimpan tetapi
masi mengalami dormansi sebab kondisi lingkungan belum memungkinkan untuk
berkecambah. Biji-biji gulma tersimpan dan bertahan hidup sampai tenggang waktu
yang panjang dalam kondisi dorman dan akan segera berkecambah ketika kondisi
lingkungan mematahkan dormansi. Beberapa faktor tanah penting yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan bibit gulma dan pembangunan pH gizi, tingkat dan
salinitas. Tahap pembibitan ini ditandai oleh aktivitas metabolik cepat yang
menciptakan permintaan besar bagi sumberdaya tanah yang diperlukan. Apakah
selalu diasumsikan (atau fakta didirikan) bahwa sebagian besar jenis gulma
lebih efisien daripada spesies tanaman dalam menarik nutrisi dari media.
Beberapa spesies preferentially menyerap nutrisi tertentu, dan akan tumbuh
lebih baik di tanah yang kaya unsur-unsur. Amaranthus spinosus, misalnya, dapat menumpuk Ca sedangkan
Clome dan Pistia dapat menumpuk
K. Pertumbuhan gulma seperti itu kadang-kadang spesies digunakan sebagai
indikator isi tanah untuk unsur-unsur tersebut.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari
hasil dan pembahasan tentang pengamatan penyebaran biji gulma, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Penyebaran gulma biasanya tidak dikehendaki
keberadaannya karena memiliki pengaruh yang negatif terhadap tanaman pertanian.
Tanaman gulma mempunyai daya kompetisi yang sangat tinggi sehingga gulma
dianggap sebagai tanaman yang merugikan manusia karena daya kompetisinya tinggi
yang dapat menurunkan hasil panen. Kompetisi semacam ini dapat berupa kompetisi
ruang, air, hara, maupun cahaya.
2. Pengamatan
penyebaran biji gulma ini menggunakan tiga jenis tanah berbeda, yaitu tanah
sawah, tanah ternaungi, dan tanah yang tidak ternaungi. Dari hasil yang
didapatkan, maka dapat diketahui bahwa pengamatan pertama pada tanah sawah, tumbuh
5 gulma dari dua jenis gulma yang berbeda, yaitu 3 gulma berdaun lebar, dan 2
lainnya gulma berdaun majemuk, pengamatan kedua pada tanah sawah, gulma yang
mati karena kekeringan, dan pada pengamatan ketiga tumbuh 2 gulma dengan jenis
gulma berdaun lebar dengan bentuk daun mejemuk yang terdapat pada tanah sawah.
3.
Pengendalian
gulma yang merupakan subjek yang sangat
dinamis dilakukan untuk
mempertimbangkan pada jenis gulma dominan, tumbuhan budidaya utama atau tanaman pokok,
alternatif pengendalian yang tersedia, dengan dampak ekonomi dan ekologi dalam penyebaran biji gulma.
5.2 Saran
Sebaiknya jadwal praktikum
dilaksanakan lebih awal dan tepat waktu mulai dan jam berakhirnya praktikum,
agar pelaksanaan praktikum dapat selesai sebelum waktu final tiba sehingga tidak
mengganggu konsentrasi mahasiswa untuk menghadapi final test serta asisten
harus memberitahukan tentang jadwal praktikum yang seolah-olah berubah jadwalnya
agar secepatnya di infokan kepada praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
Ennis, G.H. 1967. Physiology of weed seed
dormancy and germination. In: S.O. Duke (Ed.): Weed Physiology I. Reproduction and ecophysiology. CRC Press,
Florida. Pp. 27-64.
Fadhly
dan Tabri, 2007.Gulma dan Pengendaliannya di Perkebunan Karet Sumatera Utara
dan Aceh. Puslitbang Perkebunan Tanjung Morawa (P4TM), 269 hlm.
Hammond, 2005.Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Moenandir,
J. 1988.Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma.Buku 1. Rajawali Press, Jakarta.
122 hlm.
Nasution,
U. 1986.Gulma dan Pengendaliannya. Puslitbang Perkebunan Tanjung Morawa (P4TM),
269.
Shimamura, 1970. Weed flora of Japan
illustrated by colour. The Japanese Association for Advancement of Phytoregulators (JAPR), 414 pp.
LAPORAN
PRAKTIKUM ILMU GULMA
PENYEBARAN
BIJI GULMA

NAMA : MUH ILHAM SUARDI
NIM : G 111 09
293KELOMPOK : LIMA (5)
ASISTEN : AWAL MAULANA
JURUSAN
AGRONOMI
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
LAPORAN
PRAKTIKUM ILMU GULMA
ALELOPATI

NAMA : MUH ILHAM SUARDI
NIM : G 111 09
293KELOMPOK : LIMA (5)
ASISTEN : AWAL MAULANA
JURUSAN
AGRONOMI
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
LAPORAN
PRAKTIKUM ILMU GULMA
JENIS GULMA: Cynodon dactylon (L) dengan
Dactyloctenium
aegyptium (L) Beauv.

NAMA : MUH ILHAM SUARDI
NIM : G 111 09
293
KELOMPOK : LIMA (5)
ASISTEN : AWAL MAULANA
JURUSAN
AGRONOMI
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar